Sentuhan Antar Perempuan I
Aku memiliki tetangga baru. Lima rumah dari
samping rumahku. Sore ini pada pukul 5, tetangga baru itu mengundang
para tetangga di sekitarnya untuk minum teh bersama. Mungkin maksudnya
sebagai acara perkenalan sebagai warga baru di kompleks perumahan di
mana aku tinggal.
Pada saat aku hadir, sudah hadir beberapa ibu-ibu di sana. Bu
Indri, demikian memperkenalkan dirinya padaku, menjemputku di pintu.
Dipeluknya aku, mencium pipi kiri dan pipi kanan.
'Terima kasih Bu Marini, ibu telah sudi menghadiri undangan kami.
Ohh, ibu cantik sekali dan sangat seksi..', demikian dia ucapkan
terimakasihnya atas kedatanganku.
Kalimat yang pertama merupakan ucapan yang biasa dan diucapkan
secara biasa pula, dimana para tetamu sebelumnya ikut mendengar ucapan
Bu Indri itu. Tetapi pada kalimat berikutnya, Indri, demikian
selanjutnya aku dan dia sepakat untuk saling memanggil nama saja, dia
ucapkan dengan berbisik dengan lebih melekatkan bibirnya ke telingaku,
hingga kurasakan hembusan nafasnya yang menyapu daun telingaku. Kalimat
macam itu, walaupun aku berbunga-bunga mendengarnya, tetapi tidak lazim
diucapkan dalam pertemuan pertama untuk saling berkenalan.
Aku mengucapkan terima kasih kembali. Dan kami langsung saling
pandang. Aku merasakan pandangan Indri yang tajam. Saat itu aku sedikit
kagok, tidak tahu mesti bersikap bagaimana, kecuali cara yang
sebagaimana lazimnya, menunjukkan perasaan senang bertemu dengan
kenalan baru.
Saat duduk, aku perhatikan tetangga baru ini. Indri, suaminya
adalah pelaut kapal pesiar milik perusahaan Amerika. Kapalnya 6 bulan
sekali merapat di Tanjung Priok. Artinya Indri hanya dapat bertemu dan
berkumpul dengan suaminya dua kali setahun setiap 6 bulan sekali. Koq
tahan ya ..
Sepintas dengan nada-nada humor yang mudah ditangkap telinga para
tamu, Indri menceritakan kehidupannya, keluarganya, suaminya hingga
hobbynya. Sebagai wanita yang cukup berpendidikan, S1 Sosial Politik
dari UI, dia senang mengatur rumah.
Kuperhatikan, rumahnya yang relatif kecil ini, type 76 BTN, dia
atur dengan sangat pas. Artinya tidak berlebihan, tetapi juga tidak
kurang. Dia menempatkan ruang makan menyatu dengan dapur. Dan kitchen
set pada dapur itu, nampak 'elegan simplicity'. Meja dapurnya yang
beralaskan batu oniq, terkesan bukannya memamerkan kekayaan, tetapi
lebih menekankan fungsinya sebagai landasan pemotong sayur yang
hygienis.
Untuk ruang tamunya dia pilih mebel gaya Raffles dengan kayu jati
tanpa politur kecuali cukup dengan semir, hingga terkesan tua dan
elegan pula. Tetapi pada dindingnya kulihat reproduksi yang mahal dari
lukisan Bunga Matahari karya Van Gogh. Dia bilang itu pembelian
suaminya saat mampir ke Paris. Setahuku, walaupun itu reproduksi,
harganya tidak kurang dari US$ 5.000,00 atau sekitar 40 juta rupiah.
Sungguh menunjukkan selera seni yang cukup hebat bagi keluarga 'awam'
seperti keluarga Indri ini. Aku sungguh respek pada seleranya itu.
Indri sendiri menunjukkan pribadinya yang hangat. Usianya
kuperkirakan tidak lebih dari 25 tahun, namun nampak matang dan cerdas.
Dia selalu tersenyum pada lawan bicaranya. Manis. Pipinya ada cekung
kecil saat melepas senyumannya. Dia mendatangi satu persatu tamunya
tanpa membeda-membedakan. Dia senang memulai pembicaraan, seakan semua
yang hadir telah akrab baginya. Dengan kelincahannya itu, dan ditunjang
pula dengan postur tubuhnya yang ideal, tingginya sekitar 170-an dengan
postur tubuhnya yang relatif langsing dan nampak sehat, Indri menjadi
pribadi yang cukup menarik. Indri sangat manis dan sensual. Aku yakin
libido para pria pasti mudah bangkit saat menghadapi perempuan macam
Indri ini.
Dalam pertemuan minum teh sore itu, Indri telah menunjukkan dirinya
sebagai tetangga yang hangat bagi kami semua. Semua yang hadir
terkesan. Pada kesempatan itu beberapa kali kami saling bertemu pandang
sebelum pada gilirannya dia mendekat duduk di sebelahku. Saat dia
mendekat, dia ulangi lagi pujiannya padaku. Tetapi kali ini dia ucapkan
dengan jelas di depan semua yang hadir. Tentu hal ini membuatku bangga.
Dia menanyakan bagaimana aku merawat kecantikanku, apakah dengan
minum jamu, olah raga, makan sayur, fitness dan sebagainya. Dia ingin
belajar dariku. Dia ingin datang ke rumahku. Silakan saja, jawabku. Dan
tentu saja aku akan menyambut dengan senang apabila ia
bersungguh-sungguh dengan keinginannya.
'Mbak Marini, aku ingin main nih. tidak ngganggu yaa..', sapanya
suatu pagi saat aku ada di teras sedang menunggu tukang sayur lewat.
'Eee.., Indri.., tidak kok.., ayoo masuk..', kuajak dia masuk ke rumah.
Pagi itu Indri mengenakan celana jeans dengan blusnya yang pendek
terangkat ke atas hingga menampakkan sedikit pusarnya. Dia ini tidak
terlalu cantik sesungguhnya. Tapi.., aku yakin.., itulah yang namanya
sensual..
'Mau masak apa mbak?', aku jawab bahwa aku suka sayuran. Setiap
hari yang aku cari adalah sayuran, sambal, buah dan yang semacamnya.
'Ooo, barangkali itu yang membikin Mbak Marini cantik sekali yaa..'.
'Aah.., kamu terlalu memujiku'.
Aku agak kikuk juga. Sejak datang Indri terus mengamati diriku,
seluruh bagian tubuhku, kakiku, betisku, pinggulku. Koq rasanya dia
sedikit berlebihan. Sedemikian menyukai fisikku.
'Aduh Mbak, jari-jari kakimu inii. Indah sekali sihh..', sambil meraih kakiku, dibawa ke pangkuannya.
Dia amati, jari-jari lentiknya mengelus jari-jari kakiku. Oh,
lembut sekali.., dimasukkannya jari-jarinya di antara jari-jari kakiku.
Kemudian dia sedikit memilin-milin jari kakiku itu. Oohh.., aku jadi
merinding. Pilinan jarinya koq halus sekali. Membuatku melayang. Dia
dekatkan matanya seakan ingin mengamati kakiku lebih dekat.
'Kuku Mbak kurapikan yaa.., jelek-jelek gini aku ahli manicure lho.., ntar kuambil peralatannya di rumah'.
Tanpa menunggu reaksiku, dia langsung bergegas balik ke rumahnya,
mengambil peralatan manicure. Kelembutan sebuah sentuhan dan pilinan
terputus. Aku menarik nafas saat melihat Indri melewati ambang pintu.
Boleh juga, aku ingin belajar merawat kukuku, dan.., ah.., tidak
tahulah aku..
'Mbak Marini tahu Flo Jo khan, itu lho pelari putri Amerika yang
menggondol medali emas Olimpiade.., lihat kuku dia mbak, dia rawat dan
dia lukis, uh.., indah sekali ..', di ruang tamuku, aku duduk di sofa
sementara dia di karpet untuk memudahkan pekerjaannya, Indri nyerocos
sambil mengutak-utik kukuku.
Dia mulai dengan jari-jari tanganku.
'Kuku Mbak Mar, uh, serasi sekali sihh..', nadanya seperti anak geregetan.
Aku tersenyum, dia juga tersenyum. Nampak begitu riang hatinya.
Tiba-tiba dicium dan dikulumnya jari-jariku, 'Uuhh, aku tidak tahan
kalau lihat jari-jari indah gini, nggak pa-pa ya Mbaakk? Habis indahnya
kebangetan siihh..', dia nampak geregetan sambil melepaskan gigitan
kecil sebelum mengeluarkan jari-jari tanganku dari mulutnya.
Terus terang aku keheranan akan cara Indri mengungkapkan geregetan
dan kekagumannya pada jari-jari tanganku, dan aku merasa merinding saat
lidahnya melumat jari-jariku dalam mulutnya. Tetapi aku tidak
menariknya, rasanya.., aku.., aku menyenangi perasaan merinding itu..??
Sesudah potongan tersebut dirapikan, alkohol membersihkan celah-celahnya, Indri kemudian mencat kukuku.
'Ini seperti lukisan Jackson Pollock mbak, abstrak dan liar. Biar
Mas Adit semakin cinta sama Mbak Mar ..', katanya sambil tersenyum
sehingga membuat pipinya 'dekik' itu.
Hebat.., Indri sangat ahli rupanya, tahu Jackson Polock segala.
Aku senang dan tersanjung sekali. Apalagi sepanjang melakukannya,
setiap kali memulai jari yang lain, selalu dia kecup terlebih dulu
dengan bibirnya yang sensual itu.
'Oohh.., kamu menyenangkan bangett..'.
Demikian pula saat Indri melakukan manicure pada jari-jari kakiku.
Dia kembali mencium dan sesekali mengulum jari-jari kakiku. Aku jadi
menikmati kuluman itu. Aku berlagak tak acuh dengan terus mengamati dan
mengagumi "lukisan" Pollocknya di kuku tanganku. Kecupan dan terkadang
jilatan dan kuluman Indri yang menikmati gregetannya pada jari-jari
kakiku. Terus terang.., dengan sangat halus.., membangkitkan
libidoku.., dan kemudian.. pelan-pelan.. merambati nafsu birahiku..
Ooohh rupanya begini rasanya jika perempuan disentuh oleh perempuan
lain. Inikah birahi lesbian..? Normalkah Indri..? Atau benar-benar
sekedar rasa geregeatan.., sebagaimana perasaan anak-anak perempuan
pada boneka Barbie-nya..?? Aku tidak berani mengambil kesimpulan. Aku
cenderung tidak berani berkesimpulan. Tetapi, halus sekali, kudengar
nafas Indri, lidahnya itu, yang sudah terlalu menyimpang dari tujuannya
untuk memanicure kukuku. Lidahnya menari-nari di antara celah-celah
jari kakiku. Nafas Indri kudengar dengan halus.., memburu..
'Mbakk.., hheehh.. Mbakk..', kudengar juga desahan yang lembut sekali..
Aku, yang walaupun sudah sering mendengar adanya hubungan seksual
sesama wanita atau lesbian itu, sungguh mati belum pernah
mengalaminya.. aku benar-benar tidak mengerti beginikah cara hubungan
itu. Apakah Indri seorang lesbian? Aku tidak atau belum bereaksi secara
nyata, kecuali tetap menampakkan tak acuhku dengan tetap mengesankan
bahwa aku mengagumi "lukisan" Pollocknya pada kuku jari-jari tanganku.
Aku masih tetap ragu dan walaupun birahiku sendiri terus naik..
Mungkin ekspresi tak acuhku itu justru membuat Indri semakin
ngelantur. Tidak lagi mengurus kuku kakiku. Kini aku merasakan
tangannya sudah mulai mengelus betisku, dan sesekali meremas atau
mencubit kecil. Dan desahannya semakin tak lagi disembunyikan,
'Mbakk.., Mbak Marr.., kakimuu indahh sekalii.., ohh..'.
Pada saat itulah. Birahiku tiba-tiba meledak, ciuman lembut itu,
jilatan-jilatan halus itu, remasan dan cubitan halus itu, ohh tak mampu
kutahan lagi. Aku menjadi sangat bernafsu. Kuraih tubuh Indri ke
tubuhku, menindih tubuhku.., dan untuk pertama kalinya bagiku..,
sama-sama perempuan.. kami saling berpagut.. kami saling melumat
bibir-bibir dan lidah-lidah kami. Dan saling menghisap dan menyedot
ludah-ludah kami, seperti yang kulakukan pada suamiku atau pada suami
orang lain yang pernah kulakukan dalam berbagai selingkuh rahasiaku..
Kami langsung berguling ke karpet ruang tamuku, dengan sangat
agresif Indri merangsekku, lidahnya merambat ke leherku, ke dadaku.
Blusku direnggutnya, wajahnya merangsek dadaku.., lidahnya menari-nari
dan bibirnya menggigit-gigit kecil kemudian menyedot puting-puting
payudaraku. Woowww.., aku terbakarr..
'Mbak Marr.., Mbak Mar pernah beginii.. Mbakk??'.
'Ooohh.. hheehh.. hhullpp..', dia merintih dan terus meracau..
Aku sendiri tidak mampu lagi berfikir jernih, kuelus-elus
kepalanya, rambutnya yang tergerai lepas kuraih agar tidak
mengganggunya saat mengusel-usel dadaku yang sangat merangsang nikmat
birahiku.. Kusaksikan kepala Indri seperti bergeleng dan bergeleng
histeris, sepertinya ingin menekankan lebih dalam kulumannya pada
payudaraku yang ranum ini.. Aiihh.., binalnya kamu Indrii..
Aku menikmatinya dalam kepasrahan. Aku tak ingin menggangu badai
nafsu yang sedang melanda Indri.. kubiarkan saat-saat tangannya mulai
menyibak rok bawahku. Disingsingkannya kain rokku, tangannya menjamah
celana dalamku, mengelusnya. Uh, halusnyaa.. aku menggelinjang hebat,
dan mulai mengeluarkan desahan yang tak lagi dapat kutahan-tahan.
Kegelian dari permukaan vaginaku menjalar ke seluruh tubuhku. Aku
menggeliat-geliat. Indri semakin bersemangat. Tangannya merogoh celana
dalamku. jari-jarinya mengelus bibir vaginaku.
----
« Hot Zone
« Back
« Home
« New & Fresh
2415